PLURALISME
AGAMA
Makalahdisusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“ Teologi Islam ”
Dosen Pengampu :
Niwari, M.A.
Disusun oleh:
FitriaAyuMachlika (931310115)
Pipit
Kurniawati (931308215)
SitiHalimah (931310515)
PRODI EKONOMI SYARI’AH
JURUSAN SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI (STAIN)KEDIRI
2015
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat
Tuhan, karena dengan rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Pluralisme Agama” sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan.
Makalah
ini dibuat untuk memenuhi tugas mata Teologi Islam.
Dalam
menyelesaikan makalah ini kami dibantu oleh beberapa pihak. Untuk itu kami
mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Niwari,M.A. selakudosenmatakuliahTeologi Islam.
2.
Seluruhteman-temanEkonomiSyari’ahkususnyakelas
C yang telahmemberisemangatpada kami.
Kami
menyadari, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.Untuk itu, kepada para
pembaca, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun, demi kesempurnaan
penulisan berikutnya. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.
Kediri, 24 November 2015
Penyusun
HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
BAB
I : PENDAHULUAN..................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................. 2
C. Tujuan Masalah...................................................................................... 2
BAB II : PEMBAHASAN.................................................................................... 3
A.
DefinisiPluralisme.................................................................................3
B.
SejarahMunculnyaPluralisme..............................................................4
C.
Pandangan –
PandanganMengenaiPluralisme......................................5
D.
Pluralisme
Agama DalamKonteksPenelitian.......................................8
E. TeoriKonstrksiSosial : Memahami Agama Kristen Dan Yahudi.......11
F.
DampakPluralismeDalamKehidupanBermasyarakat.......................12
G.
Upaya – UpayaMemeliharaPluralismeAgama..................................13
BAB III : PENUTUP........................................................................................... 16
A. KESIMPULAN................................................................................... 16
B. SARAN............................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Sekarang ini, baik penganut agama Yahudi, Kristen, Islam maupun Hindu-Budha
tidak bisa lagi melepaskan tanggung jawab dan keterlibatan mereka dalam
percaturan politik.Apa yang kita sebut sekularisasi hanya berlaku dalam aturan
administratif formal. Sedangkan dalam level aktualnya tokoh dan lembaga
keagamaan semakin terlibat aktif di dalamnya. Keterlibatan agama dalam politik
akan menjadi positif bahkan sangat di perlukan selama pemuka agama bisa menjaga
martabat keluhuran agama tersebut dan bukan menggunakannya untuk kepentingan
khusus. Maka dari itu prularisme agama harus disikapi dengan positif agar dapat
menciptakan kerukunan beragama.
Namun, pada proses ideologisasi dan
manipulasi peran suci agama selalu saja terjadi dari zaman ke zaman karena
secara sosiologis agama memiliki kekuatan untuk menciptakan solidaritas
kelompok guna menyaingi dan mengalahkan kelompok lain. Kenyataan secara
sosiologis agama selalu muncul dalam format plural. Pada zaman klasik
perkembangan sebuah agama bisa saja terpisah dari yang lain. begitu pun secara
teologis, adalah suatu kewajaran bahkan keharusan. jika masing masing penganut
agama mengklaim ajarannya sebagai yang paling benar, dan menjanjikan
satu-satunya jalan keselamatan. Namun dewasa ini kita mau tidak mau harus mengakui bahwa planet bumi di
huni oleh manusia dengan ragam bahasa, etnis, budaya dan agama. Janji-janji
keselamatan dan bimbingan moral serta ajaran budi luhur tidak secara eksklusif
dimiliki oleh suatu agama tertentu, melainkan berbagai hal terdapat kemiripan
dan bahkan persamaan antara agama yang satu dengan agama yang lain.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa definisi pluralisme agama?
2.
Bagaimana sejarah
munculnyapluralisme?
3.
Bagaimana Pandangan – pandangan mengenai pluralisme agama?
4.
Bagaimanapluralisme agama dalam
konteks penelitian?
5. Bagaimanateori konstruksi sosial : memahami agama
kristen dan yahudi?
6.
Bagaimanadampak pluralisme agama dalam kehidupan bermasyarakat?
7.
BagaimanaUpaya – upaya memelihara prularisme agama?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui definisi pluralisme.
2.
Untuk mengetahui sejarah munculnya
pluralisme.
3.
Untuk mengetahui pandangan – pandangan mengenai pluralisme.
4.
Untuk mengetahui pluralisme agama dalam konteks penelitian.
5.
Untuk mengetahui Teori konstrksi sosial : memahami agama kristen dan yahudi.
6.
Untuk mengetahui dampak pluralisme dalam kehidupan bermasyarakat.
7.
Untuk mengetahui upaya – upaya memelihara pluralisme agama.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Pluralisme Agama
Menurut asal katanya pluralisme
berasal dari bahasa inggris, pluralism.
Apabila menunjuk dari wikipedia bahasa inggris, maka definisi pluralism
adalah: “in the social sciences,
pluralsm is a framewrk of interaction in wich groups show sufficient respect
and tolerance of each other, that they fruitfully coexist and interact without
conflict or assimilation.” Atau dalam bahasa indonesia: “suatu kerangka
interaksi yang mana setiap kelompok menampilkan rasa hormat dan toleran satu
sama lain, berinteraksi tanpa konflik atau asimilasi (pembaruan atau
pembiasaan).[1]
Berikut definisi pluralisme menurut beberapa ahli dan pemikir muslim :
1.
Menurut pemikir muslim M. Rasjidi, mendifinisikan pluralisme agama sebatas sebagai realitas sosiologis,bahwa
pada kenyataanya masyarakat memang plural. Namun demikian pengakuan terhadap
realitas kemajemukan ini tidak berarti memberikan pengakuan terhadap kebenaran
teologis agama-agama lain.
2.
Mukti Ali dan Alwi Shihab, berpendapat pluralisme agama tidak sekedar memberikan pengakuan terhadap
eksistensi agama-agama lain, namun sebagai dasar membangun sikap menghargai dan
membangun keharmonisan antarumat beragama. Dalam konteks ini, kedua pemikir
tersebut berada pada wilayah agree in disagreement (setuju dalam perbedaan).
Dengan demikian mereka meyakini kebenaran agamanya sendiri, namun
mempersilahkan orang lain juga meyakini kebenaran agama yang dianutnya.
3.
Nurcholis Madjid, mengemukakan definisi pluralisme agama adalah bahwa semua agama adalah
jalan kebenaran menuju Tuhan. Dalam konteks ini, Madjid menyatakan bahwa
keragaman agama tidak hanya sekedar realitas social, tetapi keragaman agama
justru menunjukan bahwa kebenaran memang beragam. Pluralisme agama tidak hanya
dipandang sebagai fakta social yang fragmentatif, tetapi harus diyakini bahwa
begitulah faktanya mengenai kebenaran.
4.
Hick, berpendapat bahwa pluralisme agama merupakan sebuah gagasan yang
mengajarkan bahwa Tuhan sebagai pusat, dikelilingi oleh sejumlah agama. Setiap
komunitas mendekati Tuhn dengan cara masing-masing. Konsepsi nasr tentang islam
pluralis, juga didasarkan pada pemahaman bahwa pada dasarnya setiap agama
terstrukturisasi dari dua hal, yakni perumusan iman dan pengalaman iman.
5.
Menurut Diana L. Eck (1999), pluralisme itu bukanlah sebuah paham bahwa agama itu semua sama.
Menurutnya bahwa agama-agama itu tetap berbeda pada dataran simbol, namun pada
dataran substansi memang stara. Jadi yang membedakan agama-agama hanyalah
(jalan) atau syariat. Sedangkan secara substansial semuanya setara untuk menuju
pada kebenaran yang transendental itu.[2]
B. Sejarah Munculnya Pluralisme
Sejarah
mengenai awal pertama kali munculnya pluralisme agama ada beberapa versi.
Versi pertama pluralisme agama berawal dari agama kristen yang dimulai setelah
Konsili Vatikan II pada permulaan tahun 60-an yanng mendeklarasikan
“keselamatan umum” bahkan untuk agama-agama diluar kristen. Gagasan pluralisme
agama ini sebenarnya merupakan upaya-upaya peletakan landasan teologis kristen
untuk berinteraksi dan bertoleransi dengan agama-agama lain. Versi kedua
menyebutkan bahwa pluralisme agama berasal dari India. Misalnya Rammohan Ray
(1773-1833) pencetus gerakan Brahma Samaj, ia mencetuskan pemikiran Tuhan satu
dan persamaan antar agama (ajaran ini penggabungan antara Hindu-Islam). Serta masih
banyak lagi pencetus pluralisme dari India, pada intinya teori pluralisme di
India didasari pada penggabungan ajaran agama-agama yang berbeda.
Sedangkan
dalam dunia Islam sendiri pemikiran pluralisme agama muncul setalah perang
dunia kedua. Diantara pencetus pemikiran pluralisme agama dalam Islam yaitu
Rene Guenon (Abdul Wahid Yahya) dan Frithjof Schuon (Isa Nuruddin Ahmad).
Karya-karya mereka ini sarat dengan pemikiran dan gagasan yang menjadi
inspirasi dasar bagi tumbuh kembangnya wacana pluralisme agama. selain kedua
orang tersebut juga ada Seyyed Hossein Nasr, seorang tokoh muslim Syi’ah
moderat, merupakan tokoh yang bisa dianggap paling bertanggung jawab dalam
mempopulerkan pluralisme agama di kalangan Islam tradisional.
Pemikiran-pemikiran Nasr tentang plurlaisme agama tertuang pada tesisnya yang
membahas tentang sophia perennis atauperennial wisdom
(al-hikmat al-kholidah atau kebenaran abadi) yaitu sebuah
wacana menghidupkan kembali kesatuan metefisika yang tersembunyi dalam tiap
ajaran-ajaran agama semenjak Nabi Adam as. hingga sekarang.[3]
C. Pandangan – Pandangan Mengenai Pluralisme Agama
1.
Pandangan Islam
Dalam hal pluralisme agama, al-Qur’an mengakui terhdap pluralisme atau keragaman agama.
Al-qur’an disamping membenarkan, mengakui keberadaan, eksistensi agama-agama
lain, juga memberikan kebebasan untuk menjalankan ajaran agamanya
masing-masing.Ini adalah sebuah konsep yang secara sosiologis dan kultural
menghargai keragaman, tetapi sekaligus secara teologis mempersatukan keragaman
tersebut dalam satu umat yang memiliki kitab suci Ilahi.Karena
memang pada dasarnya tiga agama samawi yaitu Yahudi, Kristen dan Islam adalah
bersudara, kakak adek, masih terikat hubungan kekeluargaan yaitu sama-sama
berasal dari nabi Ibrahim.
Pengakuan al-qur’an terhadap pluralisme dipertegas lagi dalam khutbah
perpisahan Nabi Muhammad. Sebagimana dikutip oleh Fazlur Rahman, ketika Nabi
menyatakan bahwa :
“Kamu
semua adalah keturunan Adam, tidak ada kelebihan orang Arab terhadap orang
lain, tidak pula orang selain Arab terhadap orang Arab, tidak pula manusia yang
berkulit putih terhadap orang yang berkulit hitam, dan tidak pula orang yang
hitam terhadap yang putih kecuali karena kebajikannya.”
Khutbah tersebut menggambarkan tentang
persamaan derajat umat manusia dihadapan Tuhan, tidak ada perbedaan orang Arab
dan non Arab, yang membedakan hanya tingkat ketakawaan.2
Sebagaimana Firman Allah
“ Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah adalah yang palingtakwa”.(QS.Al-Hujurat:13).
Al-qur’an
juga secara eksplisit mengakaui jaminan keselamatan bagi komonitas agama-agama
yang termasuk Ahl al-Kitab (Yahudi, Nasrani, Shabi’in); sebagaimana dalam
pernyataannya.
Sesungguhnya orang-orang mukmin,
orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja
diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari Kemudian dan
beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada
kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Al-Baqarah: 62).
Sikap
menghargai dan toleran kepada pemeluk agama lain adalah mutlak untuk
dijalankan, sebagai bagian dari keberagaman (pluralitas). Namun anggapan bahwa
semua agama adalah sama (pluralisme) tidak diperkenankan, dengan kata lain
tidak menganggap bahwa Tuhan yang 'kami' (Islam) sembah adalah Tuhan yang
'kalian' (non-Islam) sembah.
Pada
28 Juli 2005, Majelis Ulama Indonesia
menerbitkan fatwa melarang paham
pluralisme dalam agama Islam. Dalam fatwa
tersebut, pluralisme didefiniskan sebagai "Suatu paham yang mengajarkan
bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah
relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya
agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga
mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup dan berdampingan di
surga".
Namun
demikian, paham pluralisme ini banyak dijalankan dan kian disebarkan oleh
kalangan Muslim itu sendiri. Solusi Islam terhadap adanya pluralisme agama
adalah dengan mengakui perbedaan dan identitas agama masing-masing (lakum
diinukum wa liya diin). Tapi solusi paham pluralisme agama diorientasikan
untuk menghilangkan konflik dan sekaligus menghilangkan perbedaan dan identitas
agama-agama yang ada.
b.
Pandangan dunia barat
Pluralisme dalam masyarakat
barat digunakan untuk menyatakan adanya otonomi yang dimiliki oleh banyak
pihak, seperti pihak gereja, asosiasi dagang, dan organisasi
professional.Disamping dalam pengertian tersebut, pluralisme juga dipahami oleh
masyarakat barat sebagai suatu ajaran bahwa semua kelompok masyarakat yang ada
adalah berguna.Dalam pengertian yang terakhir ini pluralisme berkembang menjadi
ideologi terpenting bagi Negara-negara modern, baik di barat, maupun juga di
timur. Dalam perkembangannya, pluralisme di Inggris semakin pouler pada awal
abad ke-20, melalui para tokoh seperti F. Maitland, S.G. Hobson, Harold Laski,
R.H. Tawney, dan GDH cole dalam melawan keterasingan jiwa masyarakat modern
karena tekanan kapitalisme. Oleh karena itu, prinsip-prinsippluralisme dianggap
dapat menjawab permasalahan tersebut.Hal ini karena dengan pluralisme
masalah-masalah yang terjadi memiliki banyak alternatif penyelesaian.Dengan
demikian, ide pluralisme berkembang seiring dengan perkembangan situasi dan
kondisi yang melingkupinya.[4]
D. Pluralisme Agama Dalam Konteks
Penelitian
Sikap perilaku seseorang
terhadap agam-agama lain sangat dipengaruhi oleh pemahamannya. Dalam penelitian agama-agama, paling tidak terdapat
tiga pandangan keberagaman, yang kemudian menjadi “ cikal bakal” munculnya
teori teori pluralisme yakni eklusivisme, inklusivisme, dan
pluralisme-pluralisme.
Pertama,
pandangan eklusivisme menyatakan bahwa agamanya adalah satu-satunya yang paling
benar dan menawarkan keselamatan. Dengan kata lain, eklusivisme merupakan
pandangan yang berprinsip keselamatan tunggal, sedemikian rupa sehingga agama
–agama selainnya dipandang sesat dan salah. Pandangan inilah yang mendominasi
sikap keberagaman komunitas agama dari zaman ke zaman. Kedua, pandangan
inklusivisme yang bertolak belakang dengan pandangan eklusivisme. Menjadi
inklusiv berarti percaya bahwa kebenaran tidak menjadi monopoli agam tertentu,
tetapi juga bisa ditemukan dalam agama-agama lain. Ketiga, pandangan
paralelisme yang kemudian dielabrasi menjadi pendukung teologi pluralisme,
berpandangan bahwa setiap agama secara paralel adalah sama.
Pembahasan
tentang pluralisme agama dalam konteks penelitian ini , difokuskan pada tiga
agama, yakni yahudi, kristen, islam. Berikut sikap inklusif, eksklusif, dan
pluralis dalamtradisi ketiga agama
tersebut. Hal ini karena pada ketiganya, terdapat klaim-klaim kebenaran dan
keselamatan, disamping adanya pengakuan atas eksistensi agama-agama lain.
1.
Yahudi dan Pluralisme Keagamaan
Agama yahudi
merupakan agama pertama yang mencapai bentuk dan sistem keyakinan, yang
kemudian menjadi konteks munculnya agama kristen dan islam. Dalam Al-kitab
disebutkan bahwa Yahudi mengutuk agama- agama lain dan menegaskan bahwa Yahwe
adalah satu-satunya Allah yang benar atau bahwa Allah lain harus tunduk kepada
Yahwe ( UI: 5 dan Kel: 20). Berdasarkan teks ini, Maimonedes filsuf Yahudi abad
pertengahan memberikan gagasan bahwa dari semua agama, agama Yahudi adalah
agama satu-satunya iman keagamaan yang diwahyukan Allah dan bahwa hanya iman
keagamaan itulah yang benar dalam segala hal. Ekslusivitas Maimonedes diperkuat
dengan keyakinannya bahwa agama- agama lain sebagai upaya manusia untuk
menyamai atau melebihi agama yahudi dengan membangun struktur- struktur
keyakinan tertentu adalah kepalsuan dan kemusyrikan. Oleh karena itu,
Maimonedes juga berkeyakinan bahwa Isa dan Muhammad adalah nabi- nabi palsu.
Gagasan
inklusif yahudi yang dibidani Mendelssohn tersebut berimplikasi pada terbukanya
jalan bagi relasi yahudi dengan agama- agama lain. Gagasan tersebut menyatakan
bahwa mellalui akal budi dan hati nurani, manusia bisa menangkap kebaikan.
Semua gama bagi Mendelssohn sama- sama menyampaikan kebenaran, namun dengan
peraturan dan karakteristik yang unik. Karenanya, penyatuan agama justru
bertentangan dengan hakikat toleransi dan pluralisme itu sendiri.[5]
2.
Kristen dan pluralisme keagamaan
Pluralisme
keagamaan dalam konteks kekristenan merupakan tantangan besar terkait erat
dengan eksklusivitas kegiatan dakwah agama ini selama ratusan tahun.
Eksklusivitas ini didasarkan pada doktrin tentang keunikan yesus sebagai
manusia sekaligus Allah, pribadi kedua dari tri tunggal yang sama kedudukannya.
Diselenggarakan konsili Florence tahun 1442 M. Yang menghasilkan doktrin extra
ecclessiam nulla salus ( tidak ada keselamatan diluar gereja), semakin memberi
energidan motivasi bagi umat kristen untuk melakukan kristenisasi dunia. Bahkan
setelah Paus Paulus II mengobarkan semangat eksklusif yang disokong oleh aliran
yansanisme, maka doktrinini semakin memperkokoh gerakan kristenisasi.
Menurut
Harold Coward, terdapat beberapa pendekatan mutakhir yang berkembang dalam
tradisi kristiani era modern, yaitu pertama, pendekatan kristosentris,
yang merupakan pendekatan kristiani yang dibidani antara lain oleh Karl Rahner.
Paham ini mengakui keunikan yesus sebagai penjelmaan tuhan. Kedua,
pendekatan teosentris, memandang bahwa tuhan adalah pusat segala sesuatu.
Karena itu, semua agama “berjalan” mengelilingi yesus (tuhan).[6]
3.
Islam dan pluralisme keagamaan
Islam
disamping memiliki doktrin-doktrin eksklusif sebagaimana agama yahudi dan
kristen, juga memiliki doktrin- doktrin inklusif- pluralis, yang menghargai dan
mengakui kebenaran agama lain, sebagimana dalam al- qur’an 2: 120. Tidak
seperti pada kedua agama sebelumnya yang memiliki babakan sejarah pergeseran
sikap keagamaan eksklusif, inklusif, dan pluralis, dalam islam teologi
inklusif- plural telah diteladankan pada tingkat praksis oleh rasulullah ketika
menjadi pemimpin politik dan agama di Madinah.
Al-
qur’an memberikan apresiasi bahwa masyarakat dunia terdiri dari beragam
komunitas yang memiliki orientasi kehidupan masing-masing. Komunitas- komunitas
terseebut harus menerima kenyataan akan keraggaman sehinggga mampu memberkan
toleransi. Tuhan memberiikan umatnya beragam karena keraggaman merupakan bagian
dari sunntullah. Hal iini terbukti
dengan diberikannya pilihan-pilihan yang bisa diambil olehm manusia
apakah akan mengimani atau mengingkari kebenaran tuhan ( al- qu’an, 18: 29)
serta watak karahmatan tuhan yang terbatas ( al- qur’an, 5: 118).
Islam
pluralis, dipandang sebagai pengembang secara liberal dari islam inklusif,
dimana bagi penganut paham ini semisal Fritjhof Schuon, berpandangan bahwa
setiap agama pada dasarnya terbentuk oleh perumusn iman dan pengalaman iman.
Ketika islam misalnya mengharuskan seseorang memiliki iman terlebih dahulu (
tawhid) baru disusul pengalaman iman ( amal salih) maka dalam perspektif
kristiani seseorang harus lebih dahulu memiliki pengalaman iman baru disusul perumusan iman.[7]
E.
Teori konstrksi sosial : memahami agama kristen dan yahudi
Teori
konstruksi sosial dalam gagasan Berner mengandaikan bahwa agama sebagai bagian
dari kebudayaan, merupakan konstruksi manusia. Artinya terdapat proses
dialektika ketika melihat hubungan
antara masyarakat dengan agama, bahwa agama merupakan entitas yang objektif
karena berada diluar diri manusia. Dengan demikian, agma mengalami proses
objektivitas, seperti ketika agama berada didalam teks atau menjadi tata nilai,
norma, aturan, dan sebagainya. Teks atau norma tersebut kemudian mengalami
proses intenalisasi ke dalam diri individu sebab agama telah diinterpretasikan
oleh masyarakat untuk menjadi pedomannya. Agam juga mnegalami proses
eksternalsasi karena ia menjadi acuan norma dan tata nlai yang berfungsi
menuntut dan mengontrol tindakan masyarakat. Ketika masyarakat dipandang sebgai
sebuah kenyataan ganda, objektif dan subjektif maka ia berproses melalui tiga
momen dialektis, yaitu eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi.
Pertama, proses
eksternalisasi. Eksternalisasi merupakan salah satu dari momen atau triad
dialektika dalam kajian sosiologi pengetahuan. Eksternalisasi merupakan momen
dimana seseoraang melakukan adaptassi diri terhaap lingkungan sosialnya. Kedua,
proses objektivasi. Proses objektivasi merupakan momen interaksi antara dua
realitas yang terpisahkan satu sama lain, manusia di satu sisi dan realitas
sosio-kultural di pihak lain. Ketiga, proses internalisasi. Momen
internalisasi merupakan momen penarikan realitas sosio- kultur kedalam diri
atau penarikan realitas sosio- kultural kedalam realitas subjektif. Dalam
pemahaman sosial beger, dinyatakkan fungsi agama dalam mengkontruksi realitas
sosial adalah sebagai legitimasi, yakni pengetahuan yang objektivitas secara
sosial yang bertindak untuk menjelaskan dan membenarkan sebuah tatanan sosial
tertentu.[8]
F. Dampak pluralisme dalam kehidupan
bermasyarakat
1. Damapak
positif
a.
Adanya toleransi beragama.
b.
Terjadinya kerukunan antar umat
bergama di Indonesia
2.
Dampak negatif
a.
Munculnya berbagai sekte agama yang
mengatas namakan HAM.
b.
Bisa menjadi asal pertikaian antar
umat beragama jika pluralisme ditanggapi secara berlebihan.
G. Upaya – upaya memelihara prularisme
agama
1.
Adanya Kesadaran Islam yang Sehat
Pluralisme dalam masyarakat Islam memiliki karakter yang berbeda dari
pluralisme yang terdapat dalam masyarakat lain. Ciri khas dalam Islam
meniscayakan adanya perbedaan baik itu perbedaan ras, suku, etnis, sosial,
budaya dan agama.Dan pluralisme tidak dimaksudkan sebagai penghapusan
kepribadian Islami.Kesadaran Islam yang cerdas merupakan faktor yang menjamin
pluralisme dan menjaganya dari penyimpangan dan kesalahan.Kesadaran Islam yang
cerdas tidak pernah menutup diri dari berbagai kecenderungan yang positif
obyektif. Bahkan kecenderungan itu bisa jadi akan menambah keistimewaan agama
Islam itu sendiri.
Kesadaran Islam yang sehat akan mampu melihat dengan jernih sisi kebenaran yang terdapat dalam agama
lain karena semua agama punya nilai-nilai kebenaran yang bersifat univerasl,
tidak panatisme agama secara berlebihan dan selalu membuka diri dengan orang
lain walaupun berbada agama dan keyakinan. Bila sikap seperti ini dimiliki oleh
setiap muslim, maka pluralisme agama dapat berkembang denga baik yang pada
akhirnya akan tercipta kerukunan dan toleransi umat beragama yang baik dan
harmonis ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
2.
Dialog Antarumat Beragam
Salah satu faktor utama penyebab
terjadinya konflik keagamaan adalah adanya paradigma keberagamaan masyarakat
yang masih eksklusif (tertutup). Pemahaman
keberagamaan ini tidak bisa dipandang sebelah mata karena pemahaman ini dapat
membentuk pribadi yang antipati terhadap pemeluk agama lainnya. Pribadi yang
tertutup dan menutup ruang dialog dengan pemeluk agama lainnya. Pribadi yang
selalu merasa hanya agama dan alirannya saja yang paling benar sedangkan agama
dan aliran keagamaan lainnya adalah salah dan bahkan dianggap sesat.Paradigma
keberagamaan seperti ini (eksklusif) akan membahayakan stabilitas keamanan dan
ketentraman pemeluk agama bagi masyarakat yang multi agama.
Membangun persaudraan antarumat beragama adalah kebutuhan yang mendesak
untuk diperjuangkan sepanjang zaman. Persaudaraan antarsesama umat beragama itu
hanya dapat dibangun melalui dialog yang serius yang diadasarkan pada
ajaran-ajaran normatif masing-masing dan komonikasi yang intens, dengan dialog
dan komonikasi tersebut akan terbangun rasa persudaraan yang sejati. Dengan
terwujudnya rasa persaudaran yang sejati antarsesama umat, maka akan sirnalah
segala sakwa sangka di antara mereka.
Dialog antarumat beragama mempersiapkan diri untuk melakukan diskusi dengan
umat agama lain yang berbeda pandangan tentang kenyataan hidup. Dialog tersebut
dimaksudkan untuk saling mengenal, saling pengertian, dan saling menimba
pengetahuan baru tentang agama mitra dialog. Dengan dialog akan memperkaya
wawasan kedua belah pihak dalam rangka mencari persamaan-persamaan yang dapat
dijadikan landasan hidup rukun dalam suatu masyarakat, yaitu toleransi dan
pluralisme.Agama Islam sejak semula telah menganjurkan dialog dengan umat lain,
terutama dengan umat Kristen dan Yahudi yang di dalam al-qur’an disebut dengan
ungkapan ahl al-Kitab (yang memiliki kitab suci).Penggunaan kata ahl al-Kitab
untuk panggilan umat Kristen dan Yahudi, mengindikasikan adanya kedekatan
hubungan kekeluargaan antara umat Islam, Kristen dan Yahudi.Kedekatan
ketiga agama samawi yang sampai saat ini masih dianut oleh umat manusia itu
semakin tampak jika dilihat dari genologi ketiga utusan (Musa, Isa dan
Muhammad) yang bertemua pada Ibrahim sebagai bapak agama tauhid. Ketiaga agama ini, sering juga disebut dengan istilah agama-agama semitik
atau agamaIbrahim.
3.
Menggali
semangat pluralisme dalam masyarakat
Dalam menggali semangat pluralisme
kita harus menjaga sikap sikap toleran kepada umat agama lain. Karena hal ini
merupakan landasan agar pluralisme dalam beragama dapat tercipta dengan baik
dan antar umat beragama dapat bermasyarakat dengan baik tanpa saling
mengucilkan atau menjelek jelekan agama lain.
4.
Saling
menjaga tempat tempat peribadatan.
Dalam hal ini kita harus menjaga
tempat peribadatan umat beragama, baik dalam hal kenyamanan maupun keamanan.
Karena jika umat agama lan dapat menjalankan ritual keagamaannya dengan tentram
maka hal itu pula yang akan terjadi pada hubungan antar umat beragama.
5.
Salingmeniadakan dalam bentuk konflik antar
agama.
Hal ini lebih merujuk kepada
kesadaran kelompok agama untuk tidak encampuri urusan internal umat beragama
lainnya, karena hal ini merupakan sebuah privasi bagi suatu klompok umat beragama yang sedang memiliki konflik
intern.
6.
Saling
menjaga relasi antar umat
beragama.
Agama secara normatif-doktriner selalu mengajarkan kebaikan, cinta kasih
dan kerukunan. Dalam hal ini agama mengajarkan untuk menghormati umat agama lain, dan hal
ini sangat ditekankan oleh semua agama terlebih lagi agama Islam. Dalam ajaran
islam penghormatan kepada umat agama lain sangat dianjurkan karena dengan
menghormati agama lain, maka umat agama lain akan memberi apresiasi yang sama
terhadap umat Islam.[9]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pluralisme agama menjadi dasar sejarah bagi terciptanya semangat dan
dinamika dalam agama-agama untuk mampu menjawab isu-isu kontemporer. Pluralitas
mengacu kepada adanya kebersamaan dan keutuhan. Dengan demikian, kita tidak
lagi dapat membatasi diri pada pembicaraan tentang pluralitas itu sendiri.
Banyak sekali perubahan penting yang terjadi didepan kita, yang melampaui
batas-batas nasional dan regional. Perubahan ini juga terkait dengan
globalisasi yang dialami oleh para penganut agama-agama. Walaupun ada faktor
perbedaan di antar agama-agama, terdapat sejumlah kesamaan yang cukup berarti
diantara mereka. Pengertian saling ketergantungan telah mengukuhkan suatu
paradigma tentang kesatuan dalam bentuk baru. Lantas agama membawa dampak yang
luas terhadap seseorang, baik dalam hal pemenuhan kebutuhan
fisik,ekonomi,politik dan agama. Dengan memahami arti pluralisme agama dengan
positif maka akan terciptanya kerukunan antarumat beragama dalam masyarakat.
B. Saran
Dengan
berakhirnya makalah yang kami buat ini, kami menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini terdapat kesalahan dan kekurangan, untuk itu kami mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya.
Besar harapan kami, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca pada umumnya dan khususnya bagi para pemakalah.
DAFTAR PUSTAKA
Ananda, Kiki Rezki, “Makalah Plurarisme”, http://kikirezkiananda.blogspot.co.id/2015/01/makalah-pluralisme.html, diakses
pada tanggal 12 November 2015.
http://inigaperludikenang.blogspot.co.id/2015/08/makalah-pluralisme.html.,
diakses pada tanggal 13 November 2015.
Rodiah, dkk, Studi Alquran Metodedan Konsep, (yogyakarta: eLSAQ Press, 2010),
335.
Sumbulah,Umi, Islam Radikal dan Pluralisme Agama (
Malang : Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2010), 53- 84.
[2]Umi Sumbulah, Islam Radikal
dan Pluralisme Agama (jakarta : Badan
Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2010), 48-51.
[3] Kiki Rezki Ananda, “Makalah
Prularime”, http://kikirezkiananda.blogspot.co.id/2015/01/makalah-pluralisme.html, diakses pada tanggal 12 November 2015.
[4]
http://inigaperludikenang.blogspot.co.id/2015/08/makalah-pluralisme.html.,
diakses pada tanggal 13 November 2015.
[5]Umi Sumbulah, Islam Radikal dan
Pluralisme Agama, 53.
[6]Ibid, 56.
[7]Ibid, 59.
[9]
http://inigaperludikenang.blogspot.co.id/2015/08/makalah-pluralisme.html.,
diakses pada tanggal 13 November 2015.